
Pada 18 Februari 1745, Kota Surakarta resmi didirikan oleh Sunan Pakubuwana II sebagai pengganti ibu kota lama, Kartasura. Namun, pendirian kota ini bukan sekadar perpindahan administratif biasa. Surakarta lahir dari gejolak politik, konflik internal, dan intervensi kolonial yang membentuk sejarah panjangnya sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Proses Pendirian Kota Surakarta
Perpindahan ke Surakarta tidak hanya sekadar memindahkan istana, tetapi juga seluruh struktur pemerintahan dan masyarakat. Bangunan Keraton Kasunanan Surakarta mulai dibangun, dengan tata kota yang lebih teratur dibandingkan Kartasura. VOC turut campur tangan dalam perancangan kota ini untuk memastikan kontrol mereka tetap kuat atas kerajaan Mataram yang semakin lemah.
Uniknya, nama “Surakarta” sendiri memiliki makna filosofis mendalam. “Sura” berarti keberanian atau keteguhan, sedangkan “Karta” berarti makmur atau sejahtera. Nama ini mencerminkan harapan bahwa kota baru ini akan menjadi pusat pemerintahan yang lebih kuat dan stabil dibandingkan Kartasura.
Peran Surakarta dalam Sejarah Jawa
Sejak didirikan, Surakarta berkembang menjadi pusat kebudayaan dan spiritualitas Jawa. Kota ini menjadi tempat berkembangnya seni gamelan, tari Jawa klasik, batik, serta sastra tradisional. Namun, posisi Surakarta sebagai pusat politik mulai goyah setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membelah Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Meski kehilangan sebagian wilayah kekuasaannya, Surakarta tetap menjadi kota penting. Di abad ke-20, kota ini juga menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah, seperti berdirinya Sarekat Islam pada 1911 yang menjadi organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia.
Saat ini, Surakarta (Solo) dikenal sebagai jantung budaya Jawa. Keraton Surakarta masih berdiri megah, menjadi pusat upacara adat dan pelestarian budaya. Kampung Batik Laweyan, Pasar Klewer, hingga festival budaya seperti Solo Batik Carnival menunjukkan bagaimana kota ini tetap menjaga tradisinya di tengah modernitas.
Dari kota yang lahir akibat konflik hingga menjadi ikon budaya, Surakarta membuktikan bahwa sejarah bukan sekadar masa lalu, tetapi fondasi untuk masa depan yang lebih gemilang.